Di UMI Makassar, Ketua DPD RI Tegaskan Presidential Threshold Tak Sesuai Konstitusi

Selasa, 16 November 2021 - 11:46 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DETIKINDONESIA.ID, MAKASSAR – Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, kembali menegaskan jika Presidential Threshold yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum, tidak sesuai dengan Konstitusi.

LaNyalla menyampaikan hal itu saat membuka Focus Group Discussion bertema ‘Presidential Threshold dan Oligarki Pemecah Bangsa’ yang digelar di Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Selasa (16/11/2021). Acara FGD dilakukan secara hybrid (fisik dan virtual zoom).

“Apakah Presidential Threshold sesuai dengan Konstitusi? Jawabnya adalah tidak. Ini bukan hanya jawaban dari saya, tetapi semua pakar hukum tata negara mengatakan hal yang sama,” kata LaNyalla.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dijelaskannya, pendapat itu jelas terungkap saat dirinya membuka FGD di kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta beberapa waktu lalu. Dari tiga narasumber pakar hukum tata negara dalam FGD, semua mengatakan tidak ada perintah konstitusi untuk melakukan pembatasan dukungan untuk pencalonan presiden.

Baca Juga :  Hadiri Pembukaan Munas HIPMI, Ketua DPD RI Ingatkan Untuk Akhiri Praktek Over Eksploitasi Bangsa

“Yang ada adalah ambang batas keterpilihan presiden yang bisa kita baca di UUD 1945, hasil Amandemen, di dalam Pasal 6A ayat (3) dan (4). Disebutkan bahwa Ambang Batas Keterpilihan perlu sebagai upaya untuk menyeimbangkan antara popularitas dengan prinsip keterwakilan yang lebih lebar dan menyebar,” paparnya.

Sedangkan Ambang Batas Pencalonan tidak ada sama sekali. Di Pasal 6A Ayat (2) yang tertulis; ‘Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum’.

“Artinya setiap partai politik peserta pemilu berhak dan dapat mengajukan pasangan capres dan cawapres. Dan pencalonan itu diajukan sebelum Pilpres dilaksanakan,” ujar dia.

Baca Juga :  Fakultas Hukum Unhas Gelar Webinar Series Bahas Pergerakan Arah Pendidikan Hukum di Indonesia

Yang kemudian membingungkan, justru lahir UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang merupakan pengganti dari UU Nomor 42 Tahun 2008. Dalam UU tersebut, di Pasal 222 disebutkan, ‘Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya’.

“Di sinilah semakin ketidakjelasannya. Selain memberi ambang batas yang angkanya entah dari mana dan ditentukan siapa, di Pasal tersebut juga terdapat kalimat; ‘pada Pemilu anggota DPR sebelumnya’. Akhirnya komposisi perolehan suara partai secara nasional atau kursi DPR diambil dari komposisi yang lama,” papar Senator asal Jawa Timur itu.

Baca Juga :  Anggota DPRD Jayapura Minta Kapala Distrik Sentani Siapkan 11 Exsemplar Berkas Musrenbang

“Sungguh pasal yang aneh dan menyalahi Konstitusi. Apalagi menggunakan basis hasil suara yang sudah “basi”. Karena basis suara hasil pemilu 5 tahun yang lalu,” imbuhnya.

Sayangnya meski jelas pasal dalam UU Pemilu itu tidak derifatif dari Pasal 6A UUD hasil amandemen, tetapi Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pasal tersebut adalah bagian dari Open Legal Policy. Atau wewenang pembuat Undang-Undang. Sehingga, sampai hari ini, pasal tersebut masih berlaku.

“Oleh karena itulah kami di DPD RI berpendapat bahwa Wacana Amandemen Konstitusi perubahan ke-5 yang kini tengah bergulir harus benar-benar dimanfaatkan untuk mengkoreksi sistem tata negara dan arah perjalanan bangsa,” tuturnya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Tim
Editor : Harris
Sumber :

Berita Terkait

Fransiscus Go dalam Survey Calon Gubernur NTT
Jodoh Maluku Utara Adalah Taufik Madjid
Anak Indonesia, Harapan Peradaban Dunia “Menyambut Bonus Demografi 2045”
Jangan Permainkan Suara Rakyat Papua
Ponpes Nurul Amanah Jakarta Buka Pendaftaran Santri Baru, Catat Tanggal dan Alur Pendaftarannya
Bahasa Ibu Sebagai Identitas Orang Asli Papua
OAP Wajib Selamatkan Bahasa Ibu Sebagai Identitas Warisan Budaya
Wujudkan Budaya Politik Bersih dan Beretika dalam Pesta Demokrasi

Berita Terkait

Rabu, 27 Maret 2024 - 23:33 WIB

Safari Ramadan Ke Kampung Karawawi, Bupati Freddy Thie Bicara Pembangunan Dan Kawasan Konservasi

Rabu, 27 Maret 2024 - 23:17 WIB

Bupati Freddy Thie Ungkap Masjid Kampung Nusaulan akan Dapat Bantuan Sebesar 250 Juta

Rabu, 27 Maret 2024 - 21:42 WIB

Polda Sumut Tetapkan 2 Tersangka Kasus PPPK di Langkat

Selasa, 26 Maret 2024 - 21:55 WIB

Kejari Langkat Dinilai Kurang Optimal Tangani Kasus Korupsi

Selasa, 26 Maret 2024 - 21:07 WIB

Pemkot Tidore Kepulauan Resmi Sampaikan Laporan LPPD Tahun 2023 Kepada Gubernur Maluku Utara

Selasa, 26 Maret 2024 - 12:14 WIB

Berbagi Kebahagiaan di Bulan Ramadhan, Ibu Bupati Ernawati Bagi-Bagi Takjil di Taman Kota Kaimana

Selasa, 26 Maret 2024 - 11:37 WIB

SBGN Malut Buka Pengaduan THR Keagamaan 2024

Selasa, 26 Maret 2024 - 11:30 WIB

Abukarim Latara: Oknum Penyidik di Laporkan Ke Propam dan Krimum Polda Malut

Berita Terbaru

Daerah

Polda Sumut Tetapkan 2 Tersangka Kasus PPPK di Langkat

Rabu, 27 Mar 2024 - 21:42 WIB

Daerah

Kejari Langkat Dinilai Kurang Optimal Tangani Kasus Korupsi

Selasa, 26 Mar 2024 - 21:55 WIB