Diduga Belum Bayaran, Siswi SMK Jawis Tidak Boleh Ikut Ujian

Selasa, 8 Maret 2022 - 19:01 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Di masa pandemi masih saja ada sekolah dan guru pendidik yang mementingkan materi dari pada hak-hak anak yang telah di lindungi dalam Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang hak hidup, hak tumbuh kembang, hak perlindungan, dan hak berpartisipasi.

Sekolah Menengah Kejurusan (SMK) Jayawisata 1 Jakarta (Jawis) yang berlokasi di Jalan Taman Sunda Kelapa No. 16A, Menteng, Jakarta Pusat ini di duga telah melanggar hak anak yang tercantum dalam UU Perlindungan Anak Indonesia.

Pasalnya, SMK Jawis yang merupakan sekolah swasta favorit di bilangan Menteng tersebut telah membuat aturan yang dinilai memberatkan bagi orangtua murid di masa pandemi Covid-19.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Terbukti dengan aturan yang dikeluarkannya, seperti mengijinkan anak didik yang dapat mengikuti ujian dengan syarat harus melunasi pembayaran SPP Bulan Maret-April, Melunasi uang BPP, dan membayar uang Wisuda yang tidak sedikit jumlahnya.

Sekolah swasta memang memiliki aturan sendiri dalam membuat ketentuan yang diberlakukan bagi orangtua murid dan anak didiknya, namun seharusnya aturan yang dibuat tersebut tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang, khususnya Perlindungan Anak.

Seorang siswi kelas XII Akomodasi Perhotelan (AP) SMK Jawis berinisial NA yang sedang melakukan ujian semester, dilarang mengikuti ujian sebelum memenuhi syarat tersebut. Sontak peristiwa ini membuat NA merasa terganggu sikisnya karena malu dengan teman-teman, akibat tidak dapat mengikuti ujian seperti teman-teman sebangkunya.

Meskipun orangtua dari NA sudah melakukan komunikasi dengan pihak sekolah (dalam hal ini Wali Kelas dan Tata Usaha), namun seolah menemukan jalan buntu. Artinya, tetap harus melakukan pembayaran terlebih dahulu baru NA dapat mengikuti ujian.

Ini jelas telah melanggar hak anak yang harus mendapatkan pendidikan, namun Wali Kelasnya yang bernama Firhad M Galung dan bagian Tata Usaha Yuli, terkesan tidak peduli dengan keadaan tersebut sebelum adanya dana yang masuk ke rekening sekolah.

Baca Juga :  Papua Barat Daya, Pesona Pulau Buaya di Sorong

Ketika dikonfirmasi kepada orangtua NA, ibunya merasa seolah di ping-pong dengan tidak memberikan solusi terbaik bagi anaknya untuk tetap mengikuti ujian.

“Saya sudah komunikasi dengan ibu Yuli bagian Tata Usaha, namun disuruh untuk berbicara dengan Wali Kelas. Ketika saya komunikasi dengan Wali Wali Kelasnya Pak Firhad, dia malah melempar omongan untuk saya komunikasi dengan bagian Tata Usaha. Ini membuat saya seperti dipermainkan, padahal saya sudah berjanji akan melakukan pembayaran minggu depan namun semua tiada arti,” jelasnya, Selasa (8/3/2022).

Orangtua NA juga mengatakan, bahwa dirinya dengan terpaksa untuk melakukan pinjaman online sebesar 1.5 juta untuk membayar BPP, dengan harapan agar anaknya dapat mengikuti ujian terlebih dahulu.

“Inikan masa sulit, semua orang mengalaminya. Dengan terpaksa saya harus melakukan pinjaman online agar anak saya dapat ikut ujian. Ketika saya sudah melakukan pembayaran BPP dari hasil pinjol, baru pihak mengijinkan anak saya untuk ikut ujian. Bagi saya Jawis tidak memikirkan keadaan di masa pandemi, hanya ada uang baru masalah selesai. Bolehlah kalo saya punya tunggakan berbulan-bulan, inikan SPP Bulan Maret-April, dan uang Wisuda yang masih lama. Jika anak saya tidak di ijinkan ujian, gimana dia mau Wisuda,” keluhnya.

Ketika di konfirmasi oleh awak media ke bagian Tata Usaha SMK Jawis melalui via WhatsApp terkait pelanggaran hak anak untuk mendapatkan pendidikan, Yuli (Tata Usaha) mengatakan jika Surat Edaran (SE) tersebut telah disampaikan kepada orangtua murid sebelum ujian berlangsung, dan dirinya mengakui bahwa Jawis merupakan sekolah swasta yang memiliki aturan sendiri.

“Setiap sekolah ada kegiatan, kami selalu memberikan Surat Edaran ke orangtua dan siswa/i. Sekolahkan juga punya peraturan, dan kami juga bukan sekolah negeri,” tulisnya.

Baca Juga :  Ketua KPK ; Kelahiran Pancasila Sebagai Falsafah Negara, Dalam Membentuk Kepribadian Bangsa dan Rakyat Indonesia

Yuli juga menyarankan, “apabila ada permasalahan dapat dikomunikasikan dengan Wali Kelasnya. Setiap ujian NA juga selalu di maklumi kok, tapi sekarang sudah Kelas XII, dan waktu rapat kenaikan sudah dijelaskan kok oleh Kepala Sekolah,” ucapnya.

Kejadian tersebut telah dilaporkan ke Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), dan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) pimpinan Prof. Dr. Seto Mulyadi yang akrab disapa Kak Seto.

Setelah mengetahui peristiwa tersebut, Ketua Umum Perlindungan Anak Indonesia (LPAI), Kak Seto sangat menyayangkan masih ada sekolah yang diduga merenggut hak-hak anak. Sebagai penggiat anak yang sudah malang melintang, dirinya menyarankan untuk langsung melaporkan ke Kepala Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta.

“Hak-hak anak itu sudah dilindungi dalam UU Perlindungan Anak. Mau alasan apapun, anak tetap harus mendapatkan haknya dalam pendidikan, tidak peduli itu sekolah negeri atau swasta, bila telah melanggar hak anak harus di laporkan,” tegas Kak Seto.

Kak Seto juga menyarankan untuk orangtua segera mendatangi Kepala Dinas Pendidikan Pemprov DKI Jakarta. “Sekolah swasta boleh membuat aturan sendiri, namun bila aturannya melanggar UU Perlindungan Anak, itu tidak dibenarkan. Besok orangtua langsung menghadap Kepala Dinas Pendidikan, itu langsung ditindaklanjuti, bila ada kesulitan bisa hubungi saya kembali sekitar jam 10 atau 11,” imbuhnya.

Kak Seto juga menguraikan, bahwa seharusnya sekolah dapat mencari solusi terbaik agar anak dapat terus mengikuti ujian tanpa di ganggu dengan masalah administrasi.

“Sebenarnya sekolah harus tetap mengijinkan anak untuk tetap melaksanakan ujian terlebih dahulu, sambil orangtua bersama pihak sekolah mencari solusi terbaik. Apalagi jika anak memiliki Kartu Jakarta Pintar (KJP), itu sebenarnya negara telah menjamin rakyatnya untuk mendapatkan pendidikan, jadi tidak usah khawatir jika tidak dibayarkan, semua hanya masalah waktu saja,” urainya.

Baca Juga :  Kemen PPPA dan Dinas PPPA Kawal Kasus KDRT dan Pemilihan Korban di Konawe

Gus Windu, seorang yang memiliki hubungan dekat dengan orang nomor satu di DKI Jakarta (Gubernur) juga menghimbau agar masalah ini diteruskan hingga ke Pemprov, karena masalah Pendidikan juga merupakan program Pemprov DKI Jakarta.

“Sekolah yang seperti itu harus dilaporkan, karena itu jelas melanggar hak anak. Apalagi Pemprov juga memiliki program agar semua anak yang tidak dapat sekolah karena biaya, negara akan membayarkannya. Jika anak tidak memiliki KJP kita bisa ajukan ke BAZNAS agar dapat dibayarkan, yang tidak bisa ambil ijazah juga bisa kita bayarkan. Sekolah jangan hanya mementingkan uang saja, harusnya anak jangan dilarang untuk ikut ujian, nantikan bisa ditahan ijazahnya atau kartu KJP nya sebagai jaminan hingga semua biaya dilunasi, bukannya melarang siswanya untuk tidak boleh ujian. Laporkan saja masalah itu, nanti saya teruskan hingga ke Kepala Dinas Pendidikan,” saran Gus Windu melalui sambungan telephone dengan nada sedikit marah.

Kejadian seperti ini terkesan terus terulang dan mencederai Dunia Pendidikan. Negara harusnya memiliki aturan yang baku melalui Kementerian Pendidikan terhadap sekolah swasta yang kian menjamur.

Dinas Pendidikan harus dapat memberikan sangsi tegas terhadap sekolah yang dinilai telah melanggar hak anak dalam mendapatkan pendidikan, guna mencerdaskan Generasi Bangsa sesuai dengan amanah UUD 1945. Apalagi saat ini masih dalam masa pandemi dengan PPKM Level 3 yang berimbas kepada semua lapisan masyarakat, justru saling memahami satu dengan yang lainnya dan toleransi bersama dapat melahirkan solusi terbaik tanpa harus mengorbankan generasi penerus bangsa.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Michael
Editor : Michael
Sumber : Special Report

Berita Terkait

PBNU Siapkan Pansus untuk Rebut Kembali PKB
PAN Siap Usung Anies pada Pilkada Jakarta Jika Zita Anjani Jadi Wakilnya
Demokrat Percayakan Duet Samaun – Donatus Maju di Pilkada Fakfak 2024
Pemkot Tidore Kepulauan Beri Bantuan Sarana Usaha untuk 228 Pelaku UMKM
Vendor Bank Indonesia Perwakilan Malut Digugat Kedua Kalinya 
Tatap Muka Kapolda Papua Barat Bersama Masyarakat Kaimana, Soroti Masalah Miras dan Judol
PC IPNU Jakarta Barat Dukung Menkominfo Berantas Judi Online
Kabinet Prabowo – Gibran Harus Ciptakan Orientasi Meritokrasi Agar Tidak Terjadi Polimerisasi

Berita Terkait

Jumat, 26 Juli 2024 - 20:35 WIB

Demokrat Percayakan Duet Samaun – Donatus Maju di Pilkada Fakfak 2024

Jumat, 26 Juli 2024 - 17:41 WIB

Pemkot Tidore Kepulauan Beri Bantuan Sarana Usaha untuk 228 Pelaku UMKM

Jumat, 26 Juli 2024 - 17:15 WIB

Vendor Bank Indonesia Perwakilan Malut Digugat Kedua Kalinya 

Kamis, 25 Juli 2024 - 21:26 WIB

Seorang Ayah Setubuhi Anak Kandung, Satreskrim Polres Halsel, Siap Proses Hukum 

Kamis, 25 Juli 2024 - 19:48 WIB

Bupati Freddy Thie Sambut Kunjungan Kerja Kapolda Papua Barat

Kamis, 25 Juli 2024 - 16:18 WIB

Pj Gubernur Papua Barat Buka Pendidikan dan Pelatihan Calon Paskibraka Papua Barat

Kamis, 25 Juli 2024 - 16:10 WIB

Dapat Rekomendasi Golkar, YO-JOIN Sudah Kantongi Tiga SK untuk Pilkada Bintuni

Kamis, 25 Juli 2024 - 15:56 WIB

Kapolda Papua Barat Tiba Di Kaimana, Dijemput Secara Adat Suku Miere

Berita Terbaru

Nasional

PBNU Siapkan Pansus untuk Rebut Kembali PKB

Jumat, 26 Jul 2024 - 22:54 WIB

tajukflores