Kegagalan Kinerja Sektor Kelautan – Perikanan: Menteri KKP Harus Segera di Ganti

Selasa, 23 November 2021 - 07:51 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Rusdianto Samawa

Penulis Adalah: Ketua Umum Front Nelayan Indonesia (FNI)

Kondisi sosial ekonomi kelautan dan perikanan Indonesia saat ini, dalam keadaan tidak baik. Betapa banyak masalah yang tak kunjung usai. Muncul lagi masalah baru yang berpotensi melibatkan negara-negara di dunia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Terutama Indonesia, kebijakan seputar kelautan dan perikanan sangat naif yang diakibatkan oleh regulasi – regulasi tidak pro pada masyarakat pesisir. Alih-alih meningkatkan ekonomi, malah menyulitkan putaran ekonomi perikanan.

Potensi resesi kelautan dan perikanan sangat mungkin terjadi. “Kalau kita evaluasi dalam dua tahun terakhir ini, sosial ekonomi perikanan mengalami kondisi stagnan sehingga berdampak pada memburuk pendapatan masyarakat. Potensi resesi sangat mungkin terjadi.”

Data Badan Pusat Statistik tahun 2020 triwulan II pertumbuhan hanya pada angka 0,36 persen dan triwulan III terkontraksi 1,03 persen. Hanya bertaut beberapa persen saja. Tentu, kondisinya sangat memburuk dan prihatin. Meskipun pertumbuhan ekonomi triwulan II – 2021 capai 7,07%.

“Namun, belum ada tanda – tanda aktivitas ekonomi perikanan menggeliat. Salah satu faktornya adalah terbitnya berbagai regulasi yang menyulitkan masyarakat pesisir: nelayan, pembudidaya dan petani garam. Terutama pada regulasi PNBP PP 85 tahun 2021.”

Mestinya sadari lebih awal, bahwa selama pandemi, sektor kelautan perikanan sudah nampak berat dan serba sulit. Walaupun pemerintah hadirkan investasi Shrimp estate dibeberapa wilayah Indonesia. Tetapi, belum bisa memulihkan kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir.

“Malahan memunculkan banyak masalah, seperti pelanggaran terhadap reforma agraria yang membuat masyarakat pesisir kehilangan tanah. Apalagi sudah mulai terjadi deforestasi lahan – lahan pesisir laut yang menyebabkan hilangnya hutan mangrove.”

Pemerintah berupaya menggenjot investasi dan ekspor. Supaya ekonomi kelautan membaik dan kesejahteraan nelayan meningkat. Namun, kebijakan yang diambil kerapkali menimbulkan polemik dan konflik antar masyarakat pesisir. Misalnya regulasi PNBP naik 400% maupun tumpang tindihnya regulasi penataan ruang laut pesisir.

Baca Juga :  Di Depan PNKN, LaNyalla Tegaskan Penolakan Penundaan Pemilu Adalah Amanat Kebangsaan

Terbitnya beraneka ragam regulasi dalam bentuk PP, Kepmen, Permen, Insmen, dan peraturan teknis lainnya sebagai turunan UU Cipta Kerja No 11/2021 membuat banyak pihak kesulitan dalam berusaha dan beraktivitas. Cilakanya ada pula aturan bertentangan dengan UU sektoralnya, seperti peraturan PNBP dan penataan ruang laut pesisir.

“Menurunnya daya serap pasar terhadap produk hasil perikanan, lemahnya etos tenaga kerja sangat rendah, manajemen koperasi perikanan alami pelemahan, dan minimnya hasil ekspor perikanan. Perhatian pemerintah masih minim, tidak bisa tangkap peluang pemulihan ekonomi pada subsektor kelautan dan perikanan.”

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) tidak memiliki kepekaan untuk ciptakan lapangan pekerjaan di tengah situasi seperti sekarang. Walaupun banyak program strategis seperti shrimp estate. Tetapi belum bisa dimanfaatkan untuk saat ini sebagai andalan strategi pemulihan ekonomi sosial perikanan. Karena investasi shrimp estate bisa berjalan pasca 2025 nanti.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) anggap food estate (FE) dan shrimp estate (SE) program pemulihan. Namun, program tersebut, tak bisa intervensi problem sosial ekonomi kelautan dan perikanan dari hulu ke hilir. Program yang dicanangkan itu sangat parsial dan tidak memiliki kejelasan investasi, sehingga tidak akan memberi manfaat kesejahteraan bagi masyarakat pesisir.

Pemerintah perlu evaluasi seluruh program dan regulasi yang sudah diterbitkan sehingga bisa menjadi signifikan bagi upaya pemulihan sektor perikanan. Perlu juga menyadari kondisi selama dua tahun pandemi covid, aktivitas masyarakat pesisir pun nyaris lumpuh, meski pemerintah telah menggelontorkan ragam bantuan sosial dan afirmasi kebijakan program. Kenyataannya belum pulih. Bahkan melemah.

Kinerja kelautan dan perikanan mengalami pasang surut. Cenderung melemah dan mengalami stagnasi. Kita bisa analisis dari beberapa lembaga yang mengeluarkan hasil risetnya menandakan sektor kelautan dan perikanan melemah.

Baca Juga :  Fakultas Hukum Unhas Terima Bantuan Sarana Olahraga Wall Climbing Dari PT. Taspen

Badan Pusat Statistik (BPS, 2021) merilis pertumbuhan ekonomi sektor perikanan triwulan II – 2021 mencapai 9,06%. Angkanya lebih tinggi ketimbang triwulan yang sama 2021 sebesar 6,41%. Produk domestik bruto (PDB) perikanan berdasarkan harga konstan 2010 triwulan I-2021 sebesar Rp 63.649,9 miliar, turun dibandingkan periode sama 2020 sebesar Rp 64.494,5 miliar.

Produk Bomestik Bruto (PDB) nasional tumbuh 7,07 secara tahunan (year on year /yoy) pada kuartal II-2021. Realisasi ini menjadi yang tertinggi sejak kuartal IV-2021. Tercatat pada periode April-Juni 2021, ekspor tumbuh sebesar 31,78 persen yoy, didukung oleh kenaikan permintaan negara mitra dagang utama. Kemudian, konsumsi rumah tangga untuk pertama kalinya tercatat tumbuh positif sejak kuartal II-2020 sebesar 5,93 persen yoy, jauh membaik dari kinerja kuartal I-2021 -2,22 persen yoy.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekonomi nasional pada triwulan II-2021 mengalami pertumbuhan 7,07% dari triwulan II-2020 (yoy). Dalam capaian tersebut, usaha perikanan termasuk sektor yang mengalami pertumbuhan signifikan. Sementara itu, PDB perikanan sepanjang triwulan II-2021 sebesar Rp 67.729.80 miliar, naik dibanding triwulan II-2020 sebesar Rp 61.748,40 miliar (BPS, 2021).

Hanya saja, kontribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional hanya 2,83% (BPS, 2021). Artinya, stagnan dan tidak mengalami perubahan signifikan. Sektor perikanan menunjukkan kenaikan sebesar 9,69% pada kuartal kedua 2021 meski dalam masa pandemi. Kenaikan dipicu meningkatnya produksi perikanan budidaya dan perikanan tangkap karena cuaca yang mendukung.

Adapun data BPS menyebutkan, nilai produk domestik bruto (PDB) perikanan pada triwulan II sebesar Rp 188 triliun atau 2,83% terhadap nilai PDB nasional. Nilai PDB tersebut mengalami kenaikan dibandingkan dengan triwulan I sebesar Rp 109,9 triliun atau 2,77% terhadap nilai PDB nasional. Pertumbuhan ini telah menyebabkan nilai PDB riil pada triwulan II telah melampaui nilai PDB riil pada triwulan IV 2019, sebelum terjadinya pandemi Covid-19.

Baca Juga :  Presidential Treshold Buka Peluang Capres Boneka dan Kompromi Tak Sehat

Sementara, laporan Bank Indonesia (BI, 2021) tentang hasil survei kegiatan dunia usaha triwulan II-2021 terjadi akselerasi ketimbang triwulan I-2021. Indikatornya pada nilai saldo bersih tertimbang (SBT) melonjak dari -0,1% triwulan I-2021 menjadi 0,17% triwulan II-2021. Namun, Bank Indonesia (BI, 2021) juga perkirakan nilai SBT bakal turun lagi sebesar -0,06% triwulan III-2021 akibat Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat hingga PPKM level 3 dan 4 di wilayah Jawa-Bali hingga saat ini.

Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM, 2021) merilis data bahwa sektor usaha UMKM yang paling terdampak Covid-19 antara lain 35,88 persen penyedia akomodasi dan makanan minuman, kemudian 23,33 persen pedagang besar dan eceran, serta 17,83 persen industri pengolahan kelautan dan perikanan. Artinya, terjadi penurunan yang sangat drastis dari 2,83% menjadi 0,17% akhir tahun 2021 ini.

Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM, 2021) melaporkan bahwa investasi penanaman modal asing (PMA) sektor perikanan sepanjang triwulan I dan II-2021 stagnan di angka US$ 5,2 juta atau setara Rp 72,8 miliar. Angka ini jauh dibandingkan triwulan I-2020 sebesar US$ 34,7 juta dan triwulan II-2020 sebesar US$ 65 juta.

Pada triwulan II- 2021, Kapasitas Produksi Terpakai (KPT) perikanan 76,58%, lebih tinggi ketimbang triwulan II-2020 sebesar 66,39%. Angka ini mengindikasikan industri perikanan nasional tak dihantui krisis bahan baku ikan. Begitu pula SBT tenaga kerja perikanan triwulan II-2021 sebesar -0,06%, lebih tinggi dibandingkan periode sama 2020 sebesar -0,26%.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Rusdianto Samawa
Editor : Harris
Sumber :

Berita Terkait

Fransiscus Go dalam Survey Calon Gubernur NTT
Jodoh Maluku Utara Adalah Taufik Madjid
Anak Indonesia, Harapan Peradaban Dunia “Menyambut Bonus Demografi 2045”
Jangan Permainkan Suara Rakyat Papua
Bahasa Ibu Sebagai Identitas Orang Asli Papua
OAP Wajib Selamatkan Bahasa Ibu Sebagai Identitas Warisan Budaya
Wujudkan Budaya Politik Bersih dan Beretika dalam Pesta Demokrasi
Selamatkan Generasi Muda Papua Dari Ancaman Bahaya Alkohol Dan Narkoba
Tag :

Berita Terkait

Jumat, 29 Maret 2024 - 01:02 WIB

Nama Agusti Talib Menguat Dampingi Hj Eka Dahliani di Pilkada Halsel

Jumat, 29 Maret 2024 - 00:57 WIB

Tinjau SD Pulau Adi, Bupati Freddy Thie Janji Bangun Ruang Kepala Sekolah

Jumat, 29 Maret 2024 - 00:51 WIB

Safari Ramadhan di Kampung Kambala, Bupati Freddy Thie Janjikan Bangun Laboratorium Komputer

Rabu, 27 Maret 2024 - 23:33 WIB

Safari Ramadan Ke Kampung Karawawi, Bupati Freddy Thie Bicara Pembangunan Dan Kawasan Konservasi

Rabu, 27 Maret 2024 - 23:17 WIB

Bupati Freddy Thie Ungkap Masjid Kampung Nusaulan akan Dapat Bantuan Sebesar 250 Juta

Selasa, 26 Maret 2024 - 21:55 WIB

Kejari Langkat Dinilai Kurang Optimal Tangani Kasus Korupsi

Selasa, 26 Maret 2024 - 21:07 WIB

Pemkot Tidore Kepulauan Resmi Sampaikan Laporan LPPD Tahun 2023 Kepada Gubernur Maluku Utara

Selasa, 26 Maret 2024 - 20:52 WIB

Puluhan Ton BBM Milik Ditpulairud Polda Malut Ditahan AL, Kepala KSOP ll Ternate Diduga Terlibat

Berita Terbaru