Mengapa Presidential Threshold Harus Dihapus?. Pemikiran Langsung dari AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Selasa, 9 November 2021 - 08:54 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua DPD RI (dok. LMC / www.detikindonesia.id)

AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, Ketua DPD RI (dok. LMC / www.detikindonesia.id)

Oleh: AA LaNyalla Mahmud Mattalitti

Penulis Adalah: Ketua Dewan Perwakilan Daerah Repuplik Indonesia

Ada tiga pertanyaan mendasar yang harus kita jawab dengan jujur terkait Ambang Batas atau Presidential Threshold dalam pencalonan pasangan Capres dan Cawapres pada Pilpres.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Pertama, pertanyaaan tentang apakah pengaturan Presidential Threshold yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sudah sesuai dengan Konstitusi? Mengingat Undang-Undang wajib Derifatif dari Konstitusi.

Kedua, apakah pengaturan Presidential Threshold yang ada di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sudah sesuai dengan keinganan masyarakat? Mengingat lahirnya Undang-Undang juga bertujuan untuk
mengakomodasi aspirasi masyarakat.

Ketiga, apakah Presidential Threshold dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensiil dan demokrasi atau justru sebaliknya, memperlemah? Yang pertama, apakah Presidential Threshold sesuai dengan Konstitusi.

Jawabnya adalah Tidak. Dan ini bukan hanya jawaban dari saya, tetapi dari semua pakar hukum tata negara mengatakan hal yang sama. Karena memang TIDAK ADA perintah konstitusi untuk melakukan pembatasan dukungan untuk pencalonan presiden. Yang ada adalah Ambang Batas KETERPILIHAN pasangan capres dan cawapres.

Baca Juga :  Hadir di Sidang MK, LaNyalla: Pasal 222 UU Pemilu Langgar Konstitusi dan Berpeluang Lumpuhkan Negara

Tentang itu kita bisa baca UUD NRI 1945, hasil Amandemen, di dalam Pasal 6A ayat (3) dan (4). Di situ disebutkan perlu ada Ambang Batas Keterpilihan sebagai upaya untuk menyeimbangkan antara popularitas dengan prinsip keterwakilan yang lebih lebar dan menyebar.

Sebaliknya, tentang Ambang Batas Pencalonan tidak ada sama sekali. Justru disebutkan di Pasal 6A Ayat (2) yang tertulis; “Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebelum pelaksanaan pemilihan umum.” Yang normanya dari frasa kalimat itu adalah; setiap partai politik peserta pemilu DAPAT mengajukan pasangan capres dan cawapres. Dan pencalonan itu diajukan SEBELUM Pilpres dilaksanakan.

Baca Juga :  Kukuhkan Relawan Prabowo-Gibran, Tokoh Muda Gus Huda: Kita Fokus Agenda Nasional

Tetapi kemudian lahir Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang merupakan pengganti dari Undang-Undang sebelumnya.

Dalam Undang-Undang tersebut, di Pasal 222 disebutkan; “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR
sebelumnya”.

Selain memberi ambang batas yang angkanya entah dari mana dan ditentukan siapa, di Pasal tersebut juga terdapat kalimat; “pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”. Yang kemudian menjadikan komposisi perolehan suara partai secara nasional atau kursi DPR tersebut diambil dari komposisi yang lama. Atau periode 5 tahun sebelumnya.

Baca Juga :  Hadiri Rapat Paripurna Perdana 2024, Wabup Kaimana Dorong Peningkatan Pelayanan Masyarakat

Sungguh Pasal yang aneh, dan menyalahi Konstitusi. Apalagi menggunakan basis hasil suara yang sudah “basi”. Karena basis suara hasil pemilu 5 tahun yang lalu.

Meskipun jelas bahwa pasal dalam Undang-Undang Pemilu tersebut Tidak DERIFATIF dari Pasal 6A UUD hasil amandemen, tetapi Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa pasal tersebut adalah bagian dari Open Legal Policy. Atau hak pembuat Undang-Undang. Sehingga, sampai hari ini, pasal tersebut masih berlaku.

Lantas atas pertanyaan kedua. Apakah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sudah sesuai dengan keinganan masyarakat. Terutama menyangkut Presidential Threshold. Faktanya, Presidential Threshold mengerdilkan potensi bangsa. Karena sejatinya negeri ini tidak kekurangan calon pemimpin. Tetapi, kemunculannya digembosi aturan main yang sekaligus mengurangi pilihan rakyat untuk menemukan pemimpin terbaiknya. Semakin sedikit kandidat yang bertarung, akan semakin mengecilkan peluang munculnya pemimpin yang terbaik.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : AA LaNyalla Mahmud Mattalitti
Editor : Muliansyah
Sumber : LMC

Berita Terkait

PBNU Siapkan Pansus untuk Rebut Kembali PKB
PAN Siap Usung Anies pada Pilkada Jakarta Jika Zita Anjani Jadi Wakilnya
Kabinet Prabowo – Gibran Harus Ciptakan Orientasi Meritokrasi Agar Tidak Terjadi Polimerisasi
Waketum DPP KNPI Subhan Pattimahu: Mukhamad Misbakhun Sosok Tepat untuk BPK RI
Wapres Ke-9 RI Hamzah Haz Meninggal Dunia
Hasto Kristiyanto: Anies Dulu Jadi Rival, Sekarang Teman Berdialog
NasDem Resmi Usung Anies Baswedan di Pilgub Jakarta 2024
NasDem Akan Dukung Penuh Kaesang Jika Maju di Pilgub Jateng 2024

Berita Terkait

Jumat, 26 Juli 2024 - 20:35 WIB

Demokrat Percayakan Duet Samaun – Donatus Maju di Pilkada Fakfak 2024

Jumat, 26 Juli 2024 - 17:41 WIB

Pemkot Tidore Kepulauan Beri Bantuan Sarana Usaha untuk 228 Pelaku UMKM

Jumat, 26 Juli 2024 - 17:15 WIB

Vendor Bank Indonesia Perwakilan Malut Digugat Kedua Kalinya 

Kamis, 25 Juli 2024 - 21:26 WIB

Seorang Ayah Setubuhi Anak Kandung, Satreskrim Polres Halsel, Siap Proses Hukum 

Kamis, 25 Juli 2024 - 19:48 WIB

Bupati Freddy Thie Sambut Kunjungan Kerja Kapolda Papua Barat

Kamis, 25 Juli 2024 - 16:18 WIB

Pj Gubernur Papua Barat Buka Pendidikan dan Pelatihan Calon Paskibraka Papua Barat

Kamis, 25 Juli 2024 - 16:10 WIB

Dapat Rekomendasi Golkar, YO-JOIN Sudah Kantongi Tiga SK untuk Pilkada Bintuni

Kamis, 25 Juli 2024 - 15:56 WIB

Kapolda Papua Barat Tiba Di Kaimana, Dijemput Secara Adat Suku Miere

Berita Terbaru

Nasional

PBNU Siapkan Pansus untuk Rebut Kembali PKB

Jumat, 26 Jul 2024 - 22:54 WIB

tajukflores