Sekarang Saya Jawab…

Minggu, 26 Juni 2022 - 17:01 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh : AA Lanyalla Mahmud Mattalitti

Penulis adalah Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia

Saya sebenarnya tidak mau menanggapi banyaknya pertanyaan dan komentar di media sosial. Baik itu di grup WA, maupun di twitter dan media sosial lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Yang pada intinya, menanyakan, mengapa LaNyalla akhir-akhir ini kritis dengan narasi-narasi fundamentalnya tentang negara ini. Dulu-dulu LaNyalla kemana aja? Begitulah inti dari banyak pertanyaan, jika saya simpulkan.

Bagi saya pertanyaan-pertanyaan seperti itu wajar. Terutama bagi mereka yang tidak mengikuti perjalanan saya sejak dilantik menjadi Ketua DPD RI pada 2 Oktober 2019 (dinihari), silam.

Karena sejak saat itu, saya menyadari betul, bahwa saya telah melakukan transformasi posisi. Dari sebelumnya aktivis organisasi di Ormas, menjadi pejabat negara. Di Lembaga Negara yang mewakili daerah. Maka sejak saat itu, saya putuskan untuk keliling ke semua daerah di Indonesia.

Untuk apa? Untuk melihat dan mendengar langsung suara dari daerah. Agar Lembaga DPD RI ini memiliki manfaat sebagai wakil daerah. Apalagi Lembaga ini dibiayai dari APBN. Meskipun jauh lebih kecil dibanding DPR RI.

Baca Juga :  Kok Senayan Pada Diam?

Hampir satu tahun awal masa jabatan, saya terus berkeliling daerah. Bahkan di awal Pandemi Covid. Dan apa yang saya temukan? Ada dua persoalan yang hampir sama. Yaitu; Ketidakadilan yang dirasakan masyarakat dan Kemiskinan Struktural yang sulit dientaskan.

Dari temuan itu, saya simpulkan bahwa dua persoalan tersebut adalah persoalan yang fundamental. Tidak bisa diatasi dengan pendekatan karitatif dan kuratif. Ibarat di dunia medis, persoalan tersebut hanya symptom dari sebuah penyakit dalam.

Saya berdiskusi dan berdialog dengan banyak orang. Kolega di DPD RI dan sahabat. Memang benar. Persoalan tersebut ada di hulu. Bukan di hilir. Ini tentang arah kebijakan negara. Yang dipandu melalui Konstitusi dan ratusan Undang-Undang yang ada. Sehingga sering saya katakan. Ini bukan persoalan pemerintah hari ini saja. Atau Presiden hari ini saja. Tetapi persoalan kita sebagai bangsa.

Baca Juga :  Menjelang KLB PSSI, Pasifik Resources: Ketum dan Sekjen Yunus Sebaiknya Netral

Oleh karena itu, saat DPD RI menjadi penyelenggara Sidang Tahunan MPR Pada 16 Agustus 2021 lalu, saya mulai menyampaikan persoalan kebangsaan ke muka publik dalam sidang yang dihadiri semua Lembaga Negara saat itu. Termasuk Presiden dan Wakil Presiden.

Sejak saat itu, saya terus menerus meresonansikan, bahwa kita harus melakukan koreksi atas arah perjalanan bangsa. Karena negara ini semakin hari, semakin Sekuler, Liberal dan Kapitalis.

Karena itu saya juga sampaikan berulangkali. Bahwa saya mengajak semua pejabat negara untuk berpikir dan bertindak sebagai negarawan. Bukan politisi. Karena negarawan tidak berpikir next election. Tetapi berpikir next generation.

***

Saya menyadari betul. Bahwa sebagai pejabat negara saya disumpah untuk taat dan menjalankan Konstitusi dan peraturan perundangan yang berlaku. Tetapi sebagai manusia saya dibekali akal untuk berfikir, dan qolbu untuk berdzikir. Sehingga saya selalu memadukan Akal, Pikir dan Dzikir.

Saya melihat ada persoalan di dalam Konstitusi kita. Dimana kedaulatan rakyat di dalam sistem demokrasi perwakilan yang didesain oleh para pendiri bangsa sudah terkikis dan hilang. Bahkan kita telah meninggalkan Pancasila sebagai grondslag negara ini.

Baca Juga :  Bangsa Papua Akan Bangkit Memimpin Dirinya Sendiri

Dan puncak dari semua itu adalah saat kita melakukan Amandemen Konstitusi pada tahun 1999 hingga 2002 silam. Dengan cara yang ugal-ugalan dan tidak menganut pola addendum. Sehingga kita menjadi ‘bangsa’ yang lain.

Karena itu wajar bila Profesor Kaelan dari UGM, dari hasil penelitian akademiknya, menyimpulkan bahwa Amandemen 1999-2002 silam bukanlah Amandemen atas Konstitusi. Tetapi penggantian Konstitusi. Saya tidak perlu mengulas panjang lebar di sini. Silakan dibaca sendiri hasil penelitian tersebut.

Tetapi yang pasti, sejak Amandemen itu, semakin banyak lahir undang-undang yang menyumbang Ketidakadilan dan Kemiskinan Struktural. Dan itulah yang saya temukan setelah saya berkeliling ke 34 provinsi di Indonesia.

Mengapa itu terjadi? Karena kita telah meninggalkan mazhab ekonomi Pemerataan dan meninggalkan perekomian yang disusun atas azas kekeluargaan, dengan membiarkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : AA Lanyalla Mahmud Mattalitti
Editor : Muhamad Fiqram
Sumber :

Berita Terkait

Fransiscus Go dalam Survey Calon Gubernur NTT
Jodoh Maluku Utara Adalah Taufik Madjid
Anak Indonesia, Harapan Peradaban Dunia “Menyambut Bonus Demografi 2045”
Jangan Permainkan Suara Rakyat Papua
Bahasa Ibu Sebagai Identitas Orang Asli Papua
OAP Wajib Selamatkan Bahasa Ibu Sebagai Identitas Warisan Budaya
Wujudkan Budaya Politik Bersih dan Beretika dalam Pesta Demokrasi
Selamatkan Generasi Muda Papua Dari Ancaman Bahaya Alkohol Dan Narkoba

Berita Terkait

Kamis, 18 April 2024 - 17:27 WIB

Pimpinan DPRD DKI Dukung Restorasi Rumah Dinas Gubernur Jakarta

Rabu, 17 April 2024 - 21:18 WIB

Dukung Heru Tuntaskan Banjir, Milenial Jakarta: Gak Usah Dengar Suara Nyinyir

Kamis, 11 April 2024 - 00:17 WIB

Rayakan Idul Fitri 1445 H Bersama Keluarga, Surijaty Gelar Open House

Minggu, 31 Maret 2024 - 22:14 WIB

Hadiri Pelantikan LAB, Kombes Nicolas Sampaikan Maklumat Hukum Jelang Idul Fitri 1445 H

Minggu, 31 Maret 2024 - 21:59 WIB

Hadiri Acara Bamus Betawi, Ketum Salatin: Pelantikan LAB Merupakan Penguatan Budaya Asli Indonesia

Minggu, 31 Maret 2024 - 20:22 WIB

Kembali buat Gebrakan di Bulan Ramadhan, Eki Pitung Lantik Pengurus LAB dan Santuni 500 Anak Yatim

Kamis, 28 Maret 2024 - 23:01 WIB

Ditanya soal Gugatan di MK, Bunda Indah: Prabowo tidak Mencari Uang, Dia Hanya Menunggu Kematiannya

Sabtu, 16 Maret 2024 - 16:49 WIB

Pemilu 2024: PSI Meraup 465.936 suara, William Sarana Menjadi Caleg Suara Terbanyak

Berita Terbaru