Rekomendasi TPP-HAM Dinilai Bias, dan Picu Ketegangan Baru

Senin, 10 April 2023 - 21:14 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

DETIKINDONESIA.CO.ID, JAKARTA – Rekomendasi TPP-HAM yang berkaitan dengan penyelesaian pelanggaran HAM di masa lalu dinilai bias bagi pelaku dan korban.

Utamanya dalam penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi pada tahun 1965-1966, yaitu upaya kudeta terhadap kepemimpinan yang sah oleh Partai Komunis Indonesia (PKI).

Penilaian tersebut dilontarkan pengamat ekonomi politik, Ichsanuddin Noorsy dan akademisi FISIP UI, Dr Mulyadi, dalam Rapat Gabungan Pimpinan Alat Kelengkapan DPD RI, di Ruang Majapahit Gedung B DPD RI, Senin (10/4/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kegiatan ini membahas Inpres Nomor 2 Tahun 2023 Tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat.

Dalam paparannya, Dr Mulyadi menjelaskan, peristiwa kudeta yang menelan korban cukup banyak itu sangat kental dengan kekerasan politik. Sejak peristiwa itu pecah, meski TNI bergerak menyelamatkan negara ini dari upaya kudeta usai penculikan dan pembunuhan jenderal-jenderal berpengaruh, namun faktanya PKI tetap memposisikan diri sebagai korban dari peristiwa berdarah tersebut.

“Siapa korban dan siapa pelaku? Semua mengaku sebagai korban,” kata Dr Mulyadi.

Mulyadi memaparkan, dalam sejarahnya, gerakan komunisme di dunia, termasuk di Indonesia, selalu diwarnai dengan pertumpahan darah. Sebab, komunisme menghalalkan upaya kudeta negara demi upaya memuluskan bentuk pemerintahan ideal menurut teori komunisme.

Baca Juga :  Sebagai Mitra Strategis, Krakatau Steel Gandeng Perusahaan BUMN Cina untuk Operasikan Fasilitas Blast Furnace Complex

“Tiada komunisme tanpa darah dan dendam. Dalam sistem komunisme, alat produksi akan diambil paksa oleh mereka,” ujar Mulyadi.

Di sisi lain, Mulyadi menilai penyelesaian persoalan kasus ini juga masih dalam sebatas dugaan saja.

“Pemerintah berpotensi melakukan cuci tangan terhadap penyelesaian kasus-kasus tersebut. Di sisi lain, akan menimbulkan ketegangan baru antara pelaku dan korban. Saya juga menduga bisa jadi penyelesaian kasus ini akan di-infiltrasi oleh pihak-pihak tertentu,” katanya.

Dalam hal pembentukan TPP HAM, Mulyadi mempertanyakan mengapa harus dibentuk lembaga baru lagi. “Kenapa tidak mempercayakan kepada Komnas HAM yang merupakan lembaga yang dibentuk secara independen dan demokratis,” tegasnya.

Sementara Ichsanuddin Noorsy menambahkan, dalam analisa TPP-HAM ada 12 pelanggaran HAM yang termasuk dalam kategori pelanggaran HAM berat. Dari 12 kasus tersebut, yang berpotensi menimbulkan polemik dalam peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi pada kurun waktu 1965-1966.

“Dijelaskan di situ bahwa, penguasa menuduh komunis kepada sejumlah orang dan menculik, menangkap, menahan tanpa proses hukum, menyiksa, memerkosa, melakukan kekerasan seksual, memaksa kerja dan membunuh,” kata Ichsanuddin.

Dari sisi korban, ada kontroversi yang bisa menimbulkan perdebatan panjang. Menurut Komnas HAM, sekitar 32.774 orang diketahui telah hilang dan beberapa tempat diketahui menjadi lokasi pembantaian para korban.

Baca Juga :  Ikbal Djabid Singung Soal Pengelolan Aset Daerah

“Tapi juga disebutkan di situ, dari beberapa riset menyatakan bahwa korban lebih dari 1,5-3 juta orang. Lantas yang mana basis datanya? Lalu, bagaimana dengan banyaknya ulama dan pihak lain terbunuh, disiksa, diculik dan istrinya diperkosa serta tindakan lainnya oleh PKI?” tanya Ichsanuddin.

Tak hanya itu, Ichsanuddin juga mempersoalkan rekomendasi yang dipetik oleh TPP-HAM kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi). Pada poin pertama, Ichsanuddin mempersoalkan jika presiden harus menyampaikan pengajuan dan penyelesaian atas terjadinya pelanggaran HAM yang berat masa lalu.

“Ketika presiden menyatakan pengakuan dan penyesalan, maka akan ada pelaku dan imbasnya sangat dahsyat,” ujarnya.

Pada poin kedua, TPP HAM meminta kepada presiden untuk melakukan tindakan penyusunan ulang sejarah dan rumusan peristiwa sebagai narasi sejarah versi resmi negara yang berimbang seraya mempertimbangkan hak-hak asasi pihak-pihak yang telah menjadi korban peristiwa.

“Kalau kita melihat narasi dari rekomendasi TPP HAM itu, maka artinya ada sejarah yang dihapus dan sejarah yang diresmikan meskipun itu bengkok,” kata Ichsanuddin.

Baca Juga :  Forum Tanah Air Temui Ketua DPD RI, Serahkan 10 Manifesto Politik

Berikutnya adalah rekomendasi TPP HAM untuk memulihkan hak korban dalam dua kategori, yakni hak konstitusional sebagai korban; dan hak-hak sebagai warga negara. “Yang dahsyat ada di rekomendasi TPP HAM poin 10. Yaitu melakukan upaya pelembagaan dan instrumen HAM. Upaya ini meliputi ratifikasi beberapa instrumen HAM internasional, amandemen peraturan perundang-undangan dan pengesahan undang-undang baru,” jabar Ichsanuddin.

Ia mempersoalkan kalimat amandemen peraturan perundang-undangan dan pengesahan undang-undang baru yang amat dahsyat imbasnya. “Saran saya, lakukan kajian ulang atas Keppres Nomor 17 Tahun 2022, Kepres Nomor 4 Tahun 2023 dan Inpres Nomor 2 Tahun 2023,” pinta Ichsanuddin.

Diakhir pertemuan, Ketua DPD RI, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, menyampaikan terima kasih kepada narasumber yang telah memberikan gambaran awal dampak kenegaraan dan kebangsaan atas Inpres tersebut. Pihaknya, sebagai lembaga negara akan mempelajari lebih lanjut.

Rapat Gabungan Pimpinan Alat Kelengkapan DPD RI itu juga dihadiri oleh Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono, seluruh pimpinan alat kelengkapan dewan, Staf Khusus Ketua DPD RI Sefdin Syaifudin dan Togar M Nero, Sekjen DPD RI Rahman Hadi dan Deputi Administrasi DPD RI Lalu Niqman Zahir.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Tim
Editor : Mufik
Sumber :

Berita Terkait

Ketua DPD RI Puji Isi Pidato Prabowo di KPU: Patriotik Sejati
Komite IV DPD RI Minta RPJPN 2025-2045 Munculkan Pertumbuhan Ekonomi Baru
Komite I DPD RI Beri Catatan Penting Atas Pelaksanaan Pemilu Serentak 2024
Indonesia Terus Komitmen Kirimkan Bantuan Kemanusiaan ke Palestina dan Sadan
Senator Terpilih 2024 Salut Ketua DPD RI Rendah Hati dan Mau Mendengar
Senator Petahana Apresiasi LaNyalla Membawa DPD RI Semakin Diperhitungkan
Ketua Komite I DPD RI Fachrul Razi : Pilkada Aceh Dipastikan Aman
Dorong Stabilitas Harga: Komite II DPD RI Panggil Menteri Pertanian dan Pihak Terkait

Berita Terkait

Sabtu, 27 April 2024 - 12:21 WIB

Pengembalian Berkas Bakal Calon Bupati Eka Dahliani ke PKB Dikawal Oleh Pemuda Pancasila

Jumat, 26 April 2024 - 14:06 WIB

Walikota Tidore Kepulauan Beri Apresiasi Kinerja Aparatur Pemerintahan atas Capaian SPM

Jumat, 26 April 2024 - 12:17 WIB

Ambil Formulir Pendaftaran di PAN, Hj Eka Dahliani Usman Siap Bertarung Pilkada Halsel

Jumat, 26 April 2024 - 12:14 WIB

Bupati Safitri Malik Soulisa Menghadiri Rakornas PB 2024 di Bandung

Jumat, 26 April 2024 - 12:12 WIB

Untuk Memberi Buru Selatan Cahaya Lampu, Bupati Hibahkan Lahan Ke PLN di Ambon

Kamis, 25 April 2024 - 12:10 WIB

Halal Bihalal PT PLN Indonesia Power dengan Sejumlah Awak Media

Kamis, 25 April 2024 - 12:10 WIB

Jaga Stamina dan Kebugaran, Wakapolres Langkat Ajak Personel Lari Pagi

Rabu, 24 April 2024 - 17:24 WIB

Sebanyak 50 ASN Pemkot Tidore Kepulauan Ikuti Pelatihan Kepemimpinan Administrator

Berita Terbaru

Berita

LBH DPP Bapera Buka Posko Bantuan Hukum Gratis di Bogor

Minggu, 28 Apr 2024 - 17:38 WIB

Ekonomi & Bisnis

Sejarah Thunderbird School of Global Management

Sabtu, 27 Apr 2024 - 10:12 WIB