Wajibkah Ketua MK Anwar Usman Mundur Setelah Menikah Dengan Adik Presiden Jokowi?

Senin, 13 Juni 2022 - 18:21 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Dalam konteks hubungan antara Ketua MK Anwar Usman dengan Presiden Jokowi, jika dikaitkan dengan kewajiban hakim MK mundur dari majelis yang menangani perkara karena “pihak yang diadili” adalah saudara semenda, dalam perkara apakah Anwar Usman wajib mundur dari majelis? Coba kita analisis satu demi satu sebagai berikut:

(1) Dalam perkara pengujian UU di MK, apakah Presiden Jokowi menjadi “pihak yang diadili” sebagaimana dimaksud Pasal 17 ayat (1) UU No 48 Tahun 2009? Pada pendapat saya tidak. Tidak ada pihak manapun yang diadili MK dalam perkara pengujian UU. “Pihak yang diadili” kalau bisa dikatakan demikian, justru adalah UU itu sendiri apakah normanya bertentangan dengan konstitusi atau tidak. Dalam perkara pengujian UU, yang ada hanya Pemohon, sedangkan Termohonnya tidak ada. Penggugat tidak ada, Tergugat juga tidak ada. Apalagi Terdakwa. Samasekali tidak ada. Jadi Jokowi, baik pribadi maupun Presiden, bukanlah pihak yang diadili dalam perkara pengujian UU.

UU yang diuji itu juga belum tentu dibuat oleh Presiden Jokowi. Bisa saja UU itu dibuat oleh Presiden Sukarno, Suharto, Gus Dur dan seterusnya. Bahkan bisa juga UU itu dibuat oleh Ratu Wilhelmina (Ratu Belanda zaman kolonial dahulu) seumpama KUHP dan KUHPerdata. Dalam menguji UU, MK bisa meminta keterangan Presiden dan DPR atau pihak lain atas permohonan pengujian UU tsb. Bisa juga tidak. MK berwenang memutus sendiri permohonan itu tanpa meminta Presiden untuk memberi keterangan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Amar putusan MK terkait pengujian UU juga tidak memerintahkan Presiden untuk melaksanakan sesuatu seperti dalam putusan pidana, perdata atau TUN. Kalau demikian untuk apa Anwar Usman mundur dari majelis ketika MK memeriksa perkara pengujian UU ketika Jokowi sedang menjadi Presiden? Saya tidak melihat urgensi dan alasan hukum apapun untuk meminta Anwar Usman mundur dari majelis dalam mengadili perkara pengujian UU ini.

Baca Juga :  Ambiguitas Penanganan Pelanggaran Pidana Pemilu

(2) Perkara sengketa kewenangan antar lembaga negara, katakanlah sengketa kewenangan antara Presiden dengan DPR du masa Jokowi menjadi Presiden. Dalam perkara ini siapa yang diadili? Apakah Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman mengadili Jokowi? Pada hemat saya tidak, karena dalam sengketa kewenangan antar lembaga negara, pihak yang diadili adalah lembaga negara, bukan pribadi pejabatnya. Karena itu tidak ada kewajiban untuk mendesak Anwar Usman mundur dari majelis. Perkara sengketa kewenangan antar lembaga ini sebenarnya perkara langka yang dalam sejarah MK belum pernah substansinya benar-benar diadili oleh MK.

(3) Perkara pembubaran partai politik. Perkara ini juga belum pernah terjadi dalam sejarah MK. Andai ada perkara ini di masa Jokowi menjadi Presiden, maka siapa yang menjadi “pihak yang diadili”? Pihak yang diadili adalah partai politik yang mau dibubarkan itu. Jokowi samasekali bukan pihak yang diadili. Andai perkara ini ada, maka tidak cukup alasan juga untuk mendesak Anwar Usman mundur dari majelis.

(4) Memutus perselisihan hasil pemilihan umum atau secara lebih spesifik adalah memutus perkara perselisihan Pilpres yang Jokowi menjadi pesertanya. Perkara ini juga mustahil akan terjadi tanpa amandemen konstitusi yang memungkinkan Jokowi maju kembali sebagai Capres pada tahun 2024 yg akan datang. Tetapi andaikata hal itu terjadi, Jokowi berkesempatan kembali maju sebagai Capres untuk ketiga kalinya, dan terjadi perselisihan hasil Pilpres, maka Anwar Usman memang wajib mundur dari majelis yang mengadili perkara itu. Sebab, meskipun yang diadili adalah perselisihan dan Termohonnya adalah KPU sebagai penyelenggara Pilpres, bukannya Jokowi, namun “saudaranya (termasuk saudara semenda) dari anggota majelis hakim yang menangani perkara itu “berkepentingan dengan putusan” perkara tersebut.

Baca Juga :  Menunggu Putusan MK Tentang Sistem Pemilu Terbuka atau Tertutup?

Terkait dengan sengketa hasil Pemilu ini adalah perkara Pilkada yang sementara ini masih ditangani MK, sebelum adanya UU baru yang membentuk pengadilan khusus pilkada. Dalam perkara Pilkada, mungkin saja anak Jokowi ikut dalam Pilkada Serentak Tahun 2024 nanti, sehingga jika terjadi sengketa, maka Anwar Usman juga harus mundur dari majelis yang memeriksa sengketa Pilkada yang melibatkan anak Jokowi tersebut. Anak Jokowi dengan sendirinya adalah juga keluarga semenda dari Anwar Usman.

(5). Memutus perkara proses pemakzulan Presiden yang dijabat oleh Jokowi. Hal seperti ini bisa saja terjadi dalam kurun waktu sekitar 2,5 tahun ke depan sampai berakhirnya masa jabatan Presiden Jokowi tanggal 20 Oktober 2024. Kalau hal ini terjadi, maka Anwar Usman memang layak mundur dari majelis karena Jokowi sendiri menjadi “pihak yang diadili” menurut norma Pasal Pasal 17 UU No 48 Tahun 2009. Sebagai pihak yang diadili, maka Jokowi sebagai saudara semenda Anwar Usman itu berkepentingan dengan keputusan majelis.

Berdasarkan uraian di atas, dari lima kewenangan mengadili yang ada pada MK dikaitkan dengan perkembangan sejarah dan situasi masa kini ketika tercipta persaudaraan semenda antara Ketua MK Anwar Usman dengan Presiden Jokowi sejak 26 Mei 2022, hal yang paling mungkin menyebabkan Anwar Usman wajib mundur dari majelis adalah dalam perkara proses pemakzulan Presiden, seandainya DPR berpendapat bahwa Presiden Jokowi telah melanggar norma Pasal 7A UUD 45 yakni pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, melakukan perbuatan tercela atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai Presiden.

Sepanjang sejarahnya, MK belum pernah menangani perkara proses pemakzulan. Namun andaikata terjadi di masa Anwar Usman menjadi Ketua MK dan Jokowi menjadi Presiden, maka mutatis mutandis dengan analisis angka 4 di atas, Anwar Usman memang layak untuk mundur dari majelis yang menangani perkara itu. Tetapi dia, sekali lagi, tidak wajib mundur dari jabatannya sebagai hakim dan sekaligus Ketua MK. Selanjutnya MK akan bersidang dengan tujuh hakim untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara itu dengan Wakil Ketua MK bertindak sebagai Ketua Majelis.

Baca Juga :  TIKTOK Shop CS Tak Boleh Jualan: Menyorot Ketentuan Permendag 31/2023

Penutup

Dari uraian panjang lebar di atas, terciptanya hubungan persaudaraan semenda antara Ketua MK Anwar Usman dengan Presiden Jokowi sejak 26 Mei 2022, telah menimbulkan kontroversi yakni permintaan dan desakan agar Anwar Usman mundur dari jabatannya sebagai Ketua MK. Permintaan dan desakan tersebut setelah dianalisis, ternyata tidak ada landasan hukum dan etiknya.

Norma etik terkait dengan prilaku hakim MK telah dirumuskan secara tertulis dalam Peraturan MK tahun 2006. Karena itu landasan etiknya adalah sesuatu yang obyektif dan bukan subyektif menurut selera orang-orang yang setiap saat bisa mengatakan sesuatu etis atau tidak etis menurut kemauannya sendiri. Biasanya dibalik jargon etis dan tidak etis itu terselip sebuah kepentingan, baik terang-terangan maupun tersembunyi.

Kewajiban untuk mundur dari majelis memang ada, baik berdasarkan norma hukum di dalam UU No 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman maupun norma etikanya sebagaimana dirumuskan dalam Peraturan MK Tahun 2006. Dari lima kewenangan mengadili yang dimiliki MK, saya berpendapat hanya dalam memeriksa perkara proses pemakzulan terhadap Jokowi saja (andaikata itu terjadi) yang menyebabkan Anwar Usman wajib mundur dari majelis yang mengadili dan memutus perkara itu.

Sekali lagi saya katakan bahwa meskipun telah tercipta persaudaraan semenda antara Anwar Usman dengan Jokowi sejak 26 Mei 2022, namun tidak ada alasan hukum maupun etik yang dapat digunakan untuk mendesaknya mundur dari jabatan hakim dan sekaligus Ketua MK.

Jakarta, 13 Juni 2022

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis : Yusril Ihza Mahendra
Editor : Muhamad Fiqram
Sumber :

Berita Terkait

Kaimana: The City of Tolerance
Fransiscus Go dalam Survey Calon Gubernur NTT
Jodoh Maluku Utara Adalah Taufik Madjid
Anak Indonesia, Harapan Peradaban Dunia “Menyambut Bonus Demografi 2045”
Jangan Permainkan Suara Rakyat Papua
Bahasa Ibu Sebagai Identitas Orang Asli Papua
OAP Wajib Selamatkan Bahasa Ibu Sebagai Identitas Warisan Budaya
Wujudkan Budaya Politik Bersih dan Beretika dalam Pesta Demokrasi

Berita Terkait

Jumat, 3 Mei 2024 - 23:47 WIB

Bapperida Kota Tidore Kepulauan Gelar Technical Meeting Lomba Inovasi Daerah Tahun 2024

Jumat, 3 Mei 2024 - 23:42 WIB

Ratusan ASN Tidore Kepulauan Terima SK Pengangkatan 100 Persen

Jumat, 3 Mei 2024 - 23:38 WIB

Pemkot Tidore Kepulauan Gelar Upacara Hardiknas 2024 di Halaman Kantor Walikota

Jumat, 3 Mei 2024 - 23:32 WIB

Pemkot Tidore Kepulauan Dukung Kunjungan Peserta Forpimpas di Kota Tidore

Jumat, 3 Mei 2024 - 23:26 WIB

Selain PKB, Gerindra dan PAN, Hj Eka Dahliani Usman Juga Ikut Ambil Formulir Pendaftaran di Nasdem

Kamis, 2 Mei 2024 - 21:45 WIB

Rizk Yunanda Sitepu Kembali Daftar Penjaringan Bacalon Bupati Langkat di 5 Parpol Ini

Kamis, 2 Mei 2024 - 10:34 WIB

Pemkot Tidore Kepulauan Gelar Rapat Evaluasi dan Pendampingan Penyusunan Profil Kelurahan

Kamis, 2 Mei 2024 - 10:29 WIB

4 Bulan Gaji ASN Lingkup Pemda Halsel Belum Terbayar

Berita Terbaru