Opini: Hukum sebagai Arena Kompromi antara Penegak Hukum, Penguasa, dan Pengusaha

Jumat, 3 Januari 2025 - 04:30 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Oleh: Dr. Petrus, S.H., M.H.

Jakarta, 3 Januari 2025 – Dalam setiap negara, hukum seharusnya menjadi panglima, menjadi instrumen utama untuk menegakkan keadilan dan melindungi hak-hak setiap warganya. Namun, di Indonesia, hukum sering kali berubah menjadi alat kompromi, digunakan sebagai sarana tawar-menawar oleh penegak hukum, penguasa, dan pengusaha. Fenomena ini telah merusak fondasi keadilan yang seharusnya diterima oleh setiap warga negara.

 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kompromi dalam Penegakan Hukum

Penegakan hukum di Indonesia sudah lama menghadapi masalah mendasar. Banyak sekali undang-undang yang ambigu dan tidak konsisten, sementara sistem peradilan masih dipengaruhi oleh kepentingan politik dan ekonomi. Keputusan-keputusan hukum sering kali dibuat melalui proses negosiasi di bawah meja yang tidak transparan, menguntungkan pihak-pihak tertentu, sementara mereka yang tidak memiliki kekuatan atau pengaruh hanya menjadi korban dari ketidakadilan ini.

Baca Juga :  Kumpul Kebo 7 Remaja Diamankan Di Polsek Ternate Selatan

Korupsi merupakan contoh nyata bagaimana hukum di Indonesia bisa menjadi alat kompromi. Pelaku korupsi kelas kakap sering mendapatkan hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatannya. Fasilitas mewah di penjara dan bahkan remisi tahunan menjadi hadiah bagi mereka yang memiliki kekuasaan. Sementara itu, para pelaku kejahatan kecil, atau bahkan mereka yang berjuang untuk kepentingan rakyat, sering kali mendapat hukuman yang jauh lebih berat.

Hukum, yang seharusnya menjadi alat untuk menegakkan keadilan, kini justru menjadi panggung untuk permainan politik dan ekonomi. “Hukum di Indonesia terlalu sering menjadi alat negosiasi, bukan lagi instrumen keadilan,” kata seorang pakar hukum yang enggan disebutkan namanya.

 

Oligarki dan Dominasi dalam Politik

Baca Juga :  Ungkap 31 Kasus Kejahatan Dalam 12 Hari, Polisi Amankan 14 Unit Sepeda Motor

Salah satu akar masalah terbesar dalam penegakan hukum adalah dominasi oligarki. Banyak partai politik di Indonesia yang dikelola layaknya perusahaan keluarga, dengan keputusan-keputusan besar yang dikendalikan oleh sekelompok elit politik dan pengusaha.

Mereka yang berada di puncak kekuasaan ini sering kali berkolaborasi untuk melindungi kepentingan mereka, mengabaikan kebutuhan dan hak-hak rakyat.

Oligarki telah menciptakan sistem di mana hukum tidak lagi bersifat independen, tetapi tunduk pada kepentingan politik dan ekonomi mereka. Para elit ini mengontrol jalannya proses hukum untuk memastikan bahwa mereka tetap berada di atas hukum, sementara masyarakat yang lebih lemah terus dirugikan.

 

Hak Asasi Manusia: Diterapkan Secara Selektif

Baca Juga :  LPSK Tolak Permohonan Perlindungan Istri Irjen Ferdy Sambo?

Ironisnya, dalam situasi yang penuh dengan ketidakadilan ini, Hak Asasi Manusia (HAM) sering kali diterapkan secara selektif. Pelaku korupsi yang memiliki kekuasaan kerap mendapat perlindungan di balik alasan HAM, sementara pelaku terorisme atau pengedar narkoba dihukum mati tanpa banyak pertimbangan.

HAM, yang seharusnya menjadi pelindung bagi semua warga negara, justru sering kali digunakan untuk melindungi pihak yang memiliki kepentingan. Ini menunjukkan adanya ketidaksetaraan dalam penerapan hukum, di mana mereka yang berkuasa dapat memanfaatkan sistem untuk keuntungan pribadi mereka.

 

Penyebab Gagalnya Penegakan Hukum

Lemahnya penegakan hukum di Indonesia disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari DETIKIndonesia.co.id. Mari bergabung di Channel Telegram "DETIKIndonesia.co.id", caranya klik link https://t.me/detikindonesia, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Penulis :
Editor :
Sumber :

Berita Terkait

Labuan Bajo Membara, Konflik Tanah Pantai Kerangan 11 dan 40 Ha Hotel St. Regist Masuk Babak Final di MA
Komnas HAM Desak Penyelidikan Ilmiah Kasus Pembunuhan Jurnalis Perempuan oleh Oknum TNI AL
Kepala Desa Waigoiyofa Laporkan Dugaan Pencemaran Nama Baik ke Polres Kepulauan Sula
Dinamika Sengketa Merek: Antara Regulasi dan Realitas Bisnis
Warga Berhak Melaporkan Pejabat yang Bertindak Diskriminatif, Ini Dasar Hukumnya
RUU Kejaksaan Dinilai Bermasalah, SEMMI Jakarta Pusat Desak Revisi Demi Demokrasi
Dinilai Melakukan Contempt of Court di PN Jakut, Razman Cs Terancam Pidana
Gasak 30 Miliar, Polres Jakpus Tetapkan dua Tersangka namun Belum bisa Tunjukan Barang Bukti

Berita Terkait

Kamis, 1 Mei 2025 - 09:17 WIB

Mediasi Masyarakat Haltim dan PT STS, Capai Kesepakatan

Kamis, 1 Mei 2025 - 09:14 WIB

Tarik Tambang Sambut May Day di PT Wanatiara Persada Berlangsung Meriah

Rabu, 30 April 2025 - 17:07 WIB

Wagub Malut Pastikan Tak Ada Nepotisme Dalam Pelantikan 3 Kepala OPD

Rabu, 30 April 2025 - 15:31 WIB

Sejumlah Mahasiswa Gelar Aksi Desak Kejati Malut, Usut Tuntas Dugaan Korupsi Proyek di Taliabu

Rabu, 30 April 2025 - 08:54 WIB

PT STS, Dan Aparat Simbiosis Kepentingan yang Mengorbankan Rakyat.

Rabu, 30 April 2025 - 08:51 WIB

Perpendek Waktu Pendaftaran, Panitia Musorkab KONI Halmahera Selatan Disoal

Selasa, 29 April 2025 - 12:43 WIB

UNUTARA Kampus Inklusif dan Beasiswanya Melimpah.

Senin, 28 April 2025 - 20:03 WIB

POSSI Kota Ternate Gelar Open Turnamen Finswimming dan Oba Festival Olahraga KONI 2025 di Taman Falazawa 1

Berita Terbaru

Daerah

Mediasi Masyarakat Haltim dan PT STS, Capai Kesepakatan

Kamis, 1 Mei 2025 - 09:17 WIB